Jakarta, Berita Indonesia -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan serta TNI Angkatan Laut menangkap kapal ikan bernama STS-50 pada Jumat (6/4) di sekitar 95 kilometer dari sisi tenggara Pulau Weh, Aceh.
Penangkapan ini menanggapi permintaan resmi Interpol kepada Satuan Petugas 115 untuk memeriksa kapal STS-50 yang bergerak menuju Indonesia pada Kamis (5/4).
Kapal STS-50 diduga telah melakukan kejahatan lintas negara yang telah lama berlangsung dan terorganisasi (transnational organized fisheries crime). Kapal ini diketahui terafiliasi dengan perusahaan bernama Red Star Company Ltd. yang berdomisili di Belize.
"Negara ini adalah negara yang seringkali digunakan oleh perusahaan pelaku kejahatan terorganisir sebagai modus operandi penggelapan identitas beneficial owners. Kapal STS-50 juga beberapa kali menggunakan identitas palsu dan memalsukan jenis ikan yang ditangkap," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat jumpa pers di kediamannya, Sabtu (7/4).
Susi menjelaskan, kapal STS-50 merupakan kapal tanpa bendera kebangsaan (stateless). Sebelum ditangkap di Indonesia, kapal ini pernah menggunakan delapan bendera, yaitu bendera Sierra Leone, Togo, Kamboja, Korea Selatan, Jepang, Mikronesia, Filipina, dan Namibia.
Selain melakukan penangkapan ikan secara ilegal, kapal STS-50 juga diduga telah melakukan pemalsuan dokumen kebangsaan kapal untuk menghindari pengawasan dan penegakan hukum.
Menurut Susi, kapal ini sebelumnya sudah pernah ditahan dan diperiksa di dua negara, yakni di Tiongkok pada 22 Oktober 2017, dan di Mozambik pada 18 Februari 2018. Namun, dalam kedua penahanan itu kapal STS-50 berhasil meloloskan diri di hari yang sama pada saat ditangkap.
"Dengan demikian, kapal ini telah dua kali melarikan diri dari dua pemerintah yang berbeda," ujar Susi.
Saat ditangkap kemarin, kapal STS-50 membawa 600 buah alat tangkap gillnet yang apabila dibentangkan total panjangnya mencapai 30 kilometer.
Jenis ikan yang diincar oleh kapal ini adalah Antarctic Toothfish, sejenis ikan laut dalam yang menurut Susi cukup mahal harganya. Jenis ikan ini hanya boleh ditangkap oleh kapal dengan bendera kebangsaan anggota Convention for the Conservation of Antarctic Marine Living Resources (CCAMLR) dan harus memiliki izin penangkapan di kawasan CCAMLR yang diterbitkan oleh negara bendera masing-masing.
Penangkapan kapal STS-50 oleh pemerintah Indonesia dilakukan berdasarkan ketentuan hukum internasional, yakni United Nations Convention on the Law of the Sea (Unclos) Pasal 19, Pasal 73, dan Pasal 110.
Sebagai bentuk tindak lanjut dari penangkapan ini, tim gabungan yang terdiri dari TNI AL, KKP, dan penyidik Polri di bawah koordinasi Satgas 115 akan segera melakukan investigasi untuk mengonstruksi tindak pidana yang dilakukan.
Pemerintah Indonesia selanjutnya akan bekerja sama dengan Pemerintah dari Tingkok, Togo, Mozambik, dan Interpol untuk menindaklanjuti dugaan kejahatan terorganisasi lintas negara yang dilakukan oleh kapal STS-50.
"Tim gabungan akan bekerja sama dengan Interpol dan pemerintahan negara-negara tersebut untuk mengejar tidak saja mastermind, tetapi juga beneficial owners," tutur Susi.
Terkait nasib kapal STS-50, Susi mengatakan akan berkonsultasi dengan negara-negara yang bekepentingan dan Interpol.
"Dikarenakan kapal merupakan tatepess vessel, sebagaimana diatur dalam Pasal 92 UNCLOS, sangat dimungkinkan kapal tersebut dirampas untuk negara agar dapat dipergunakan untuk kepentingan publik, atau dimusnahkan dengan cara ditenggelamkan," ucapnya. BANDAR TOGEL
0 komentar:
Posting Komentar