Proteksi Impor Baja AS Tak Pengaruhi Ekonomi Indonesia


Jakarta, Berita Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) menilai langkah Amerika Serikat (AS) memproteksi perdagangan, terutama produk baja dan alumunium, tidak akan mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia secara langsung.

Seperti diketahui, AS mengenakan tarif bea masuk bagi produk impor baja dan aluminium masing-masing 25 persen dan 10 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan Indonesia tak perlu khawatir dengan proteksi perdagangan baja dan aluminium ke AS secara langsung, karena ekspor kedua produk itu ke Negeri Adidaya tak signifikan.

Berdasarkan data BPS per Februari, ekspor besi dan baja dengan kode HS 72 ke AS hanya sebesar angka US$2,1 juta. Angka ini hanya tercatat 0,33 persen dari total impor non-migas ke AS sebesar US$618,8 juta di periode yang sama.

Tak hanya itu, impor besi dan baja ke AS juga hanya mengambil 0,65 persen dari total seluruh ekspor besi dan baja Indonesia dengan nilai US$322,87 juta. Porsi ekspor besi dan baja terbesar dikirim menuju China dengan angka US$244 juta.

Hanya saja, langkah proteksionisme ini tetap perlu dipantau karena banyak negara bisa membalas langkah AS. Sehingga, Indonesia harus mawas diri dengan serbuan barang impor dari negara lain gara-gara tak bisa menembus pasar AS.

"Ke depan mudah-mudahan tidak ada perlombaan proteksi antar negara. Ini membahayakan, perdagangan global turun, aliran bahan baku produksi bisa turun, dan berpengaruh ke ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa berpengaruh," papar Suhariyanto di Gedung BPS, Kamis (15/3).

Dari data BPS, Indonesia sebenarnya sudah menahan laju ekspor ke AS. Pada Februari kemarin, ekspor AS tercatat di angka US$618,8 juta atau turun 17,24 persen dibanding bulan sebelumnya US$747,7 juta.

Namun, penurunan ekspor ke AS ini bukan berupa barang-barang yang diproteksi AS. Tercatat, penurunan ekspor Indonesia ke negara Paman Sam ini adalah lemak dan minyak nabati, alas kaki, dan konveksi.

"Memang Februari ada penurunan ekspor ke AS, namun ini bukan jenis-jenis barang yang saat ini tengah diproteksi. Meski demikian, kami anggap prorteksionisme dagang AS ini masih mengkhawatirkan," ungkap dia.

Sementara pada periode yang sama, Indonesia mencatat pertumbuhan ekspor yang tinggi ke China sebesar 7,5 persen, Filipina sebesar 14 persen, dan Spanyol sebesar 44,3 persen. "Pergerakan ekspor AS turun, tapi ke beberapa negara lain tentu ada pergerakan," papar dia.

BPS mencatat ekspor non-migas kumulatif Januari dan Februari 2018 di angka US$28,65 miliar. Sebanyak 36,49 persen ekspor tersebut ditujukan bagi tiga negara yakni China, Amerika Serikat, dan Jepang dengan total nilai US$9,46 miliar.

Share on Google Plus

About BERITA INDONESIA

0 komentar:

Posting Komentar