BANYU WANGI , Berita Indonesia -- Ada salah satu masakan khas Suku Using di Banyuwangi yang hampir punah yaitu bekamal.
Makanan tersebut adalah daging sapi, ayam atau kambing yang sudah dibumbui dengan gula jawa, garam dan beberapa rempah-rempah lalu difermentasi selama beberapa hari.
Untuk memasaknya, daging yang sudah difermentasi tersebut dicuci bersih lalu ditumis dengan cabai, bawang merah dan bawang putih serta tomat.
Menurut Syukron Makmur (30), warga Desa Gintangan, Kabupaten Banyuwangi, Jatim, kepada Berita Indonesia, Rabu (7/2/2018) biasanya orang-orang tua dulu membuat bekamal pada saat Hari Raya Idul Kurban karena stok daging melimpah. Agar awet dan bisa dimakan lebih lama, maka daging kurban yang mereka dapatkan diolah menjadi bekamal.
" Bekamal adalah salah satu cara untuk mengawetkan daging. Kalau dulu setelah dibumbui dimasukkan ke dalam kendil lalu ditutup rapat-ratap hingga minimal 10 hari. Nah setelah dianggap matang baru diambil sedikit-sedikit untuk dimasak tumis dijadikan lauk. Daging ini mahal jadi perlakuannya memang beda. Kadang agar lebih banyak porsinya, dicampur dengan tempe," kata Syukron.
Selama ini, masyarakat di Desa Gintangan membuat bekamal hanya untuk konsumsi pribadi dan hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah tua. Sedangkan generasi muda, jarang ada yang membuat bekamal karena prosesnya yang cukup memakan waktu.
Hal tersebut yang membuat Syukron Makmur ingin melestarikan kuliner khas Using tersebut agar tidak punah dengan membuat bekamal dengan merek Paglak Osing Gintangan yang diproduksi POkmas Kampung Durenan yang dikemas menggunakan plastik untuk mempermudah penjualan.
"Rata-rata setiap bulan kami membuat bekamal 3 sampai 4 kilo daging sapi dan ayam yang dikemas dengan ukuran 250 gram. Untuk ayamnya kita punya peternakan sendiri menggunakan ayam persilangan ayam kampung dan ayam potong. Dan yang digunakan hanya daging. Tulangnya tidak disertakan," jelas Syukron.
Menurutnya, hasil bekamal akan bagus jika selama 10 hari pembuatan bekamal dibiarkan saja di suhu ruangan baru kemudian disimpan di dalam lemari es bukan di dalam freezeer.
Syukron mengatakan, bekamal bisa dikonsumsi hingga lima bulan dari tanggal pembuatan. "Aromanya memang khas tapi katanya kalau disimpan lebih lama lebih enak," katanya sambil tersenyum.
Tidak tanggung-tanggung, bekamal produksinya sudah pernah dibawa keluar kota Banyuwangi sebagai oleh-oleh salah satunya adalah ke Pangkalan Bun. "Buat oleh-oleh karena memang bekamal ini sudah jarang ada yang buat," katanya.
Oleh Syukron, bekamal ia jadikan variasi lauk isian Sego Jajang atau nasi bambu untuk suguhan jika ada wisatawan datang ke Desa Gintangan yang terkenal sebagai desa penghasil kerajinan bambu tersebut.
"Nasi yang masak diisi dengan tumisan bekamal lalu dibungkus dengan daun pisang dan dimasukkan ke dalam bambu kemudian dibakar. Banyak juga turis yang suka walaupun rasanya asing bagi mereka," ujarnya.
Untuk meminimalisir aroma yang khas, Syukron memberikan tips yaitu daging bekamal harus dicuci dengan air bersih lalu direndam semalaman dengan air perasan jeruk. Selain mengurangi aroma khas, juga megurangi rasa asin yang dominan pada bekamal.
"Kalau menumis bekamal tidak usah ditambahi garam karena memang sudah asin. Kalau suka pedas tinggal ditambahi cabainya. Enak!" tambah Syukron.
Tertarik mencoba bekamal? yuk datang ke Gintangan, Banyuwangi.
0 komentar:
Posting Komentar